Wednesday 21 April 2010

KARTOLO

Kali ini saya akan mengupas sejarah singkat seniman aseli Jawa Timur yang masih melegenda yaitu Cak Kartolo. Bagi Warga Jawa Timur, khususnya Surabaya, nama ini sudah tidak asing lagi di telinga. Waktu saya SD dan SMP sering mendengarkan ludruk atau gending jula juli guyonannya. Meskipun di masa itu media nya masih terbatas (kaset tape dan radio saja). Namun tidak menyurutkan untuk selalu mengikuti perkambangan dagelannya (lawakannya). Ciri khas dagelan Cak Kartolo adalah dari parikaannya yang sarat dengan pesan moral dikemas dalam uantaian pantun jenaka dengan diksi khas suroboyoan. Dari Diksi khas inilah tercermin watak khas arek suroboyo yang egaliter, terbuka dan humble. Jika dicermati dari lirik yang diambil Cak Kartolo selalu mengikuti perkembangan jaman. Hal ini bisa dilihat dari pemakaian istilah-sitilah yang update bahkan ada yang diselipi dengan bahasa Inggris.Namun demikian hakikat makna yang terkandung didalamnya adalah kebenaran. Dengan gaya bahasa yang lugas dan mudah dicerna, pendengar akan dengan mudah memahami makna apa yang terkandung di dalamnya. Sehingga akan bisa diterapkan dalam kehidupan nyata.

Majelis, mulai saat ini ke depan Insya Alloh saya akan mengupas Parikan dan kidungan jula juli yang akan diterjemahkan dari rekaman rekamannya. Semoga dengan hal ini, Arsip Cak Kartolo akan tetap abadi baik hard copy maupun soft copynya. Bagi majelis pembaca jika menemukan informasi apapun tentang Cak Kartolo dan Parikannya salah persilahkan menginformasikan kepada saya atau posting segera.
Sebagai Mukaddimah, berikut ini saya sampaikan Sejarah singkat Cak Kartolo yang diambil dari Wikipidea.

Kartolo lahir di Pasuruan, Jawa Timur, 2 Juli 1947, adalah pelawak dan pemain ludruk. Kartolo sudah aktif dalam dunia seni ludruk semenjak era tahun 1960-an. Ia mendirikan grup ludruk Kartolo CS. Ia meniti karier di beberapa grup Ludruk. Ia pernah bergabung dengan ludruk Dwikora milik Zeni Tempur V Lawang, Malang, dan ludruk Marinir Gajah Mada Surabaya. Selanjutnya ia mendirikan grup ludruk Kartolo CS. Sebelum membentuk lawak ludruk, Kartolo bergabung dengan ludrukRRI Surabaya, bersama seniman ternama lainnya seperti Markuat, Kancil, dan Munali Fatah.
Kartolo CS terdiri dari Kartolo, Basman, Sapari, Sokran, Blonthang, Tini (istri Kartolo), tergabung dalam kesenian karawitan Sawunggaling Surabaya. Masing-masing pemain punya karakter yang unik dan khas, dan punya semacam 'tata-bahasa' sendiri. Misalnya Kartolo yang menjadi paling cerdas, sehingga sering diceritakan 'ngakali' pemain lain, Basman yang punya suara besar dan omongan nyerocos, dan Sapari yang sering nakal tapi malah jadi korban.

Derap langkah Kartolo melestarikan ludruk diawali dengan melakukan kolaborasi dengan Karawitan Sawunggaling Surabaya pimpinan Nelwan’S Wongsokadi. Mereka masuk dapur rekaman untuk merekam kidungan parikan diselingi guyonan pada era 1980-an.
Dalam kurun waktu itu 95 volume berhasil direkam dan dilempar ke pasar. Di luar dugaan, sambutan masyarakat Jatim luar biasa. Album-album barunya senantiasa ditunggu penggemarnya.
Namun formasi emas ini tidak bertahan sampai sekarang. Yang tersisa adalah Kartolo, Tini dan Sapari. Basman, Sokran dan Blonthang sudah meninggal dunia. Sampai sekarang Kartolo dan Sapari masih sering tampil di JTV (TV-nya Jawapos) di Surabaya. Meskipun sekarang jarang masuk dapur rekaman, Kartolo dan kawan-kawan masih sering mendapat panggilan naik pentas. Dalam satu bulan rata-rata lima kali naik pentas. “Ketika kondisi perekonomian normal, kami pentas bisa lebih sepuluh kali dalam satu bulan,” katanya.

Dalam pentas-pentas resmi, lawak ludruk ala Kartolo itu sering pentas bersama kesenian campursari, dangdut, bahkan menjadi bintang tamu pertunjukan wayang kulit.
Ia tak pernah melantunkan syair kidungan yang telah dikasetkan, agar penonton tidak bosan mendengarkan lawakannya. Ia pun selalu mencatat isi lawakan yang pernah ia sampaikan di pentas. Cara itu ia pilih untuk terus menggali isi lawakan baru.
Lingkup pentas pelaku seni ini pun tidak hanya terbatas di 38 kabupaten dan kota di Jatim. Ia juga menerima undangan naik pentas di Jakarta, Bontang, Batam, serta beberapa kota di Nusa Tenggara Barat.

Wednesday 17 March 2010

CERITA MADURA VS JAWA

Alkisah hiduplah seorang perantau dari Yogjakarta di sebuah kota kecil di Jember Jawa Timur. Dia berjualan bakso keliling dan mengontrak rumah kecil di sebuah kampung di ujung gang sempit. Di kampung yang mayoritas madura ini, si Budi, sebut saja begitu mencoba untuk bergaul dan berbaur dengan warga sekitar. Karena perbedaan budaya dan latar belakang bahasa, si budi awalnya kesulitan dalam berkomunikasi dengan warga sekitar. Maklum hampir semua warga disitu menggunakan bahasa Madura sehari-hari dan jarang yang bisa berbahasa Indonesia. Namun si Budi berusaha keras belajar dan komunikasi dengan bahasa Madura..
"Ah ini kan bahasa, "pasti saya bisa bahasa Madura...Masak kalah dengan anak kecil-kecil itu. Yang belum sekolah aja sudah bisa cas cis cus dalam bahasa Madura, Eh malh kemarin anak baru lahir "ceprot" nangisnya sudah bahasa Madura!" saya kan lulusan SMU Persamaan, pasti bisa",begitu gumamnya dalam hati.
Dan benar saja dalam waktu yang tidak terlalu lama, si Budi sudah menguasai beberapa kosa kata dasar percakapan dalam bahasa Madura...
Satu hari, tetangga si Budi, sebut saja Brodin, yang asli orang Madura, namun masih bisa bahasa Indonesia, sedang menggali sumur di samping rumah, karena sumur lama entah karena apa tidak mau lagi menghasilkan air.
"Lagi gali apa Pak?", tanya si Budi
"Lagi gali sumur dik!", udah tahu kok nanya!", begitu jawabnya, membuat si Budi terkejut.
"Berapa dalamnya pak?"
"Waduh kalau itu hanya Tuhan yang tahu dik!"
"Loh, kok Tuhan Pak?" si Budi bingung
"La iya dik, kan saya gak tahu berapa meter akan keluar air. Kemarin si Kadir buat sumur, 5 meter keluar air, lalu pak haji Amir gali sumur, 10 meter baru keluar air, nah yang ini, masih tanda tanya besar dik" jawab Brodin
(Busyet nih bapak ngomongnya, Budi bergumam)..."
Brodin terus menggali, tapi lama kelamaan dia kebingungan sepertinya mencari sesuatu.
"Lagi nyari apa Pak?", tanya si Budi
"Ini dik, akik saya hilang, kan tadi di tangan, sekarang gak tahu dimana!"
"Mungkin di dalam sumur Pak!", budi menunjuk ke dasar sumur yang tadi digali.
Lalu Brodin turun ke dalam sumur..
"Enten Pak?" tanya si Budi
"Akik Dik!" jawab Brodin
"Iya, enten Pak?" tanya si Budi lagi
"Akik Dik" jawab Brodin lagi...
"Tahu, akiknya enten Pak?..
Brodin kesal lalu teriak
" Ini akik dik bukan enten, Saya Gak punya duit tuk beli enten mahal tahu.......!!!!"
"Hrrgghhh!' si Budi baru sadar kalo ada salah paham...
Oh iya pak Maaf Pak!

(note: Enten dalam bahasa Jawa=ada)
Enten dalam bahasa Madura=Intan)

sumber:pur campur